Selasa, 26 Oktober 2010

Nasib si Miskin yang sakit di Rumah Sakit



Indonesia adalah negara besar yang memiliki jumlah penduduk yang besar pula. Sistem pemerintahan yang baru sudah berhasil meningkatkan jumlah penduduk yang kaya. Namun sayangnya, jumlah penduduk yang miskin pun semakin banyak. Hal ini masih menjadi PR bagi kita semua karena sampai saat ini, suara rakyat miskin lah yang banyak dinomorduakan.

Orang miskin sakit, kemudian ia berobat ke rumah sakit, dan menjadi semakin miskin. Apakah tidak ada keringanan untuk mereka? Apakah pemerintah menetapkan biaya yang sama untuk semua pasien di rumah sakit? Sesungguhnya sudah ada peraturan dan kebijakan pemerintah yang sudah dijalankan untuk meringankan beban orang miskin yang berobat ke rumah sakit. Namun belum semua bisa berjalan dengan maksimal.

PT. Askes adalah badan yang dikontrak oleh Depkes untuk membiayai mereka di bangsal kelas 3 yang jumlahnya sudah ditetapkan oleh pemerintah minimal 49% di setiap rumah sakit. Sistem pembiayaannya sama dengan PNS, yaitu case-based reimbursement. Bedanya dengan PNS adalah kalau PNS dibiayai untuk bangsal kelas 1 atau 2.

Namun hak yang orang miskin dapat dari pelayanan kesehatan bangsal kelas 3 pun bukan semata-mata bebas dari semua biaya. Subsidi untuk bangsal kelas 3 hanya mencakup sewa kamar, makan, minum dan pencucian sprei saja! Mungkin ditambah bebas jasa medis dokter atau perawat. Dan mereka Tetap Harus Membayar biaya obat yang mahal dan peralatan untuk keperluan diagnostik seperti CT scan, Rontgen, dll.

Kalau PNS ditarik iuran per bulan yang diambil dari gaji. Tapi orang miskin tidak bisa karena mereka dilindungi negara lewat UUD 1945. Lalu darimana sumber dananya? Memang banyak masalah timbul dari kebijakan ini. Bukan hanya dari sisi orang miskin yang dirugikan, tapi dari pihak rumah sakit pun mengalami dilema pada kasus ini.

Rumah sakit harus membiayai semua biaya untuk orang miskin. Padahal bantuan yang diberikan oleh pemerintah jauh dari kenyataan yang terjadi, sehingga beban biaya sisanya ditanggung sendiri oleh rumah sakit. Tarif yang ditetapkan pemerintah untuk pasien bangsal kelas 3 sangat rendah dan ruang tersebut tersedia minimal 49% di rumah sakit, sehingga semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh rumah sakit tersebut.

Belum lagi menorganisasi tenaga kesehatannya seperti dokter dan perawat untuk tetap bekerja dengan baik. Alhasil, jasa medis tetap diberlakukan dengan cara golongan 3A dan 3B dijadikan golongan 3. Namun besarnya jasa medis Terlalu Kecil. Contoh saja, untuk jasa medis dokter spesialis hanya dikenakan sebesar 4000 rupiah saja per hari.

Sumber : Laporan Teknis untuk Penyusunan Peraturan Pelaksanaan UU untuk SJSN

1 komentar:

  1. orang miskin rugi, rumah sakit rugi. Lalu siapa yang untung dibalik semua ini?

    BalasHapus