Selasa, 30 November 2010

Penanganan Triase lewat segenggam telepon



Ingat apa itu triase (triage)? Triase adalah proses khusus untuk memilah pasien berdasar tindak kegawatdaruratannya untuk menentukan jenis penanganan dan transportasinya. Triase ini bisa dilakukan pada posisi di rumah sakit atau di lapangan seperti pada kondisi bencana. Pada prinsipnya triase akan memilih pasien mana yang akan ditangani terlebih dahulu untuk menyelamatkan jiwanya.

ada 4 simbol yang digunakan dalam triase. biasanya simbol yang dipakai adalah warna yaitu merah, kuning, hijau dan hitam. Berurutan dari warnanya :
a. Merah. Pada pasien ini harus segera ditangani untuk menyelamatkan jiwanya.
b. Kuning. Pada pasien ini segera ditangani setelah pasien dengan kode merah karena kondisinya masih memungkinkan untuk menunggu pasien merah ditangani terlebih dahulu baru kemudian pasien kuning yang ditangani.
c. Hijau. Pasien ini kondisinya masih sadar penuh dan mendapat prioritas terakhr untuk ditangani.
d. Hitam. Pasien ini tidak perlu ditangani karena sudah tidak ada harapan untuk hidup atau sudah meninggal dunia.

Untuk prinsip ini biasa digunakan di rumah sakit. Berbeda sedikit untuk triase di daerah bencana. Urutan triase di daerah bencana menjadi Kuning-Merah-Hijau-Hitam. Hal ini dikarenakan jarak lokasi bencana dan rumah sakit sering jauh dan prioritas pertama jatuh pada pasien dengan kode kuning karena masih memiliki waktu untuk segera ditangani dan kemungkinan selamat tinggi. Memang sepertinya berat untuk memilih. Namun memang tujuan triase ini adalah untuk memilah dan menyelamatkan sebanyak mungkin pasien yang masih bisa diselamatkan.

Lalu muncul teknologi terbaru yaitu telepon triase. Sedikit berbeda dengan aap yang dijelaskan sebelumnya. Telepon triase ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kunjungan pasien di rumah sakit. Biasanya yang melakukannya adalah seorang perawat. Telepon triase ini sebenarnya sudah dimulai sejak lama di negara maju. Alexander Graham Bell saja sudah menggunakan telepon saat ini minta bantuan saat ada zat asam yang jatuh di celananya.

Jadi menurut American Academy of Ambulatory Care Nursing (AAACN) dapat disimpulkan bahwa kegiatan dalam telepon triase meliputi :
a. Memberikan penilaian keperawatan
b. Memberikan perawatan
c. Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling
d. Memberikan rujukan ke sumber daya kesehatan lain
e. Mengimplementasikan protocol khusus berdasarkan kondisi pasien
f. Mengevaluasi tindakan

Pada awalnya pasien menelepon perawat yang disiapkan untuk menjelaskan keluhannya. Perawat mencatat seluruh data yang didapat dari pasien. Saat telepon itu pun bisa dinilai pola napas paisen, mengi, dan batuk kering. Sebelumnya juga pasien telah dibimbing untuk cara menjelaskan segala keluhannya agar bisa diinformasikan lewat telepon dengan baik. Untuk itu perawat bekerja berkolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan yang lain juga.

Setelah itu perawat juga harus bisa menentukan rujukan untuk melanjutkan penanganan pasien tersebut. Setelah itu yang terpenting adalah evaluasi. Yang perlu dievaluasi adalah kepuasan pasien, hasil yang diperoleh dan kelanjutan dari penyakit pasien. Hasil yang buruk tentu harus segera diperbaiki agar tidak terjadi kembali.

Sistem telepon triase sendiri menggunakan sistem komputerisasi yang canggih. Biasanyan seorang perawat triase akan menggunakan platform computer yang memiliki backend database. Hal ini menjamin kehandalan dan akurasi, serta kemudahan penggunaan. Salah satu jenis teknologi yang masuk ke dalam system ini termasuk VOIP atau voice over internet, yeng merupakan teknologi yang banyak digunakan. Emergency nurse telah meluncurkan perangkat system telepon triase untuk mengurangi Ambulance call-out. Perangkat ini disebut NHS Pathways, suatu software pengkajian klinik. Alat ini membantu operator telepon triase emergensi dapat mengecek gejala pemanggil.

Memang sistem telepon triase ini belum banyak berkembang di Indonesia karena keterbatasan teknologi. Baru di beberapa kota besar saja yang sudah memakai sistem telepon triase ini. Yang jelas, hal ini menjadi peluang bagi perawat untuk bisa menjalankan asuhan kesehatan masyarakat. Bukan dokter saja yang berperan, perawat dalam hal ini juga telah menjadi bukti bahwa perawat tidak kalah pentingnya dengan tenaga kesehatan yang lain.

Sumber : http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20UTS%20SIM_Wayunah_KMB.pdf

Jumat, 26 November 2010

Jika setiap orang di Indonesia menguasai BLS..



BLS atau Basic Life Support adalah bantuan yang kita berikan dengan tujuan untuk meningkatkan kemungkinan hidup orang yang kita tolong. Ini adalah ilmu medis dasar yang boleh dipelajari oleh semua orang walaupun bukan berlatar belakang medis. Hal ini disebabkan karena ilmu BLS ini memang diperlukan buat setiap orang karena ancaman kematian bisa datang kapan saja. Dengan BLS, diharapkan resiko meninggal akan berkurang dengan adanya bantuan yang kita berikan dengan BLS. Di Amerika, BLS ini sudah diberikan sejak dini kepada seluruh masyarakat.

BLS mencakup 4 hal :
1. Airway
2. Breathing
3. Circulation
4. Defibrilation
Penanganannya juga berbeda untuk dewasa, anak balita dan bayi di bawah 1 tahun

-Dewasa-
1. Jika tersedak dan sadar, bisa kita tanya, " apakah kamu tersedak?", jika ia bisa berbicara biarkan ia dalam posisi berdiri dan batuk. Jika ia tidak bisa berbicara segera lakukan Abdominal Thrust


2. Jika ia tersedak tapi tidak sadarkan diri,hubungi 911 (118 kalau di jogja), buka jalan napas dan buang sumbatan mulut yang bisa kita lihat, lakukan 2 kali napas buatan dan mulai RJP (resusitasi jantung paru), setiap memberi napas lihat dada pasien, lakukan CPR 30x dan 2 kali napas buatan



3. Napas penyelamatan diberikan hanya jika pasien tidak bernapas dengan adekuat tapi ada nadi. Napas diberikan 1 kali setiap 5-6 detik atau 11-12 napas dalam 1 menit.

4. CPR penyelamatan dilakukan mulai dari
a. Korban ditemukan tidak sadar dan setelah kita respon dengan oanggilan dan sentuhan nyeri ia tidak sadar.
b. Minta bantuan ke 911 (Jogja 118)
c. Lakukan head tilt-chin lift-jaw thrust
d. Lihat pergerakan dada, dengarkan suara napas dan rasakan hembusan napasnya di pipi anda selama 5-10 detik.
e. jika tidak bernapas berikan napas buatan
f. cek arteri karotis tiap 5-10 detik

Jika korban muncul denyut nadi, Napas diberikan 1 kali setiap 5-6 detik atau 11-12 napas dalam 1 menit. Cek kembali setiap 2 menit.
Jika korban tidak muncul denyut nadi, mulai tekan dada di tengah dada di antara kedua puting susu. tekan dengan tangan kita bertumpuk pada satu tangan, lakuakn dengan rasio 30 kompresi : 2 napas buatan dengan kecepatan 100x per menit dan kedalaman tekanan 1,5-2 inchi. Cek ulang setiap 5 siklus (1 siklus = 30 kompresi dan 2 napas buatan).

Pada kasus Henti Jantung seperti yang terjadi pada artis sinetron kita baru-baru ini, semestinya peluang hidup bisa ditingkatkan jika segera dilakukan BLS. Namun kemampuan orang Indonesia yang belum terlatih menyebabkan kasus-kasus seperti ini hanya menjadi tontonan, tangisan, dan kepanikan saja.

Sumber : American Heart Association

Kamis, 25 November 2010

Tipe Rumah Sakit Siaga Bencana



Rumah sakit memegang peran penting dalam penanganan korban bencana. Rumah sakit merupakan tempat pengobatan setiap korban. Namun bagaimana jika pasien yang datang berjumlah 2000 orang dalam waktu 4 jam seperti yang terjadi setelah gempa Jogja 26 Mei 2006 ? Tentu sistem normal rumah sakit tidak mampu mengatasinya dengan baik. Untuk itu Rumah sakit wajib memiliki sistem darurat penanganan bencana untuk keadaan yang tidak normal tersebut.

Dalam sistem penanganan rumah sakit yang dimiliki, proses pananganan pasien pun memiliki perbedaan. sistem ini biasa disebut Management Support. Proses-proses tersebut bisa dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Tahap komando ( Command ): meliputi saat ditentukan bahwa prosedur penanggulangan bencana mulai berlaku, sampai saat semua petugas dan satuan kerja aktif bekerja.
b. Tahap Persiapan Keamanan ( Safety ): meliputi persiapan untuk keamanan Petugas, keamanan Lingkungan, dan Keamanan Korban.
c. Tahap Komunikasi( Communication ): meliputi pengaturan komunikasi internal maupun eksternal.
d. Tahap Penilaian Cepat Situasi( Assessment ): merupakan proses penilaian terhadap situasi yang dihadapi serta strateji yang akan. Yang paling berperan dalam proses ini seharusnya adalah Komandan Bencana.

Selanjutnya ada pula yang disebut Medical Support, yaitu proses penanganan korban setelah management support dilaksanakan, yaitu :
a. Tahap Triase (Triage): yaitu proses seleksi korban untuk menentukan prioritas penanganan.
b. Tahap Penanganan Medis (Treatment); meliputi proses penanganan korban setelah di seleksi melalui Triase.
c. Tahap (Transport): meliputi proses Rujukan keluar maupun antar unit didalam RS, serta Pemulangan korban yang telah selesai ditangani

Sistem ini sebenarnya menganut pada Incident Command System dari National Incident Management System di Amerika. Namun khusus pada rumah sakit, sistim komando tersebut diberi nama Hospital Incident Command System (HICS) yang saat ini dipakai sebagai acuan oleh Departemen Kesehatan dalam bentuk buku Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana Bagi Rumah Sakit. Untuk bisa dijalankan dengan baik, rumah sakit memamng harus memiliki syarat-syarat seperti jelas sistem manajemennya, sederhana, fleksibel, pembagian tugas dan kewenangan yang jelas, komperhensif, adaptif, antisipatif dan menjadi bagian dari penanggulangan bencana setempat.

Sumber : http://bencana-kesehatan.net/images/hospital/umum/Materi%20Dasar%202.Principles%20of%20Hospital%20Disaster%20Plan.pdf

Rabu, 24 November 2010

Tim Medis juga termasuk Tim Reaksi Cepat?



Bencana memang datang mengagetkan. Walaupun kadang sudah kita prediksi, tetap saja kedatangannya membuat kita tercengang dan pusing tujuh keliling. Terjadi kekacauan di lingkungan sekitar dan di dalam diri kita karena ketidaknormalan yang terjadi sehingga kita harus melakukan sesuatu yang tidak biasa kita lakukan. Dibalik kepanikan kita itu, sebuah tim sudah meluncur ke daerah kita yang terkena bencana. Siapakah mereka? Mereka adalah Tim Reaksi Cepat dari BNPB.

Tim Reaksi Cepat BNPB disingkat TRC BNPB adalah suatu Tim yang dibentuk oleh Kepala BNPB, terdiri dari instansi/lembaga teknis/non teknis terkait yang bertugas melaksanakan kegiatan kaji cepat bencana dan dampak bencana pada saat tanggap darurat meliputi penilaian kebutuhan (Needs Assessment), penilaian kerusakan dan kerugian (Damage and Loses Assessment) serta memberikan dukungan pendampingan (membantu SATKORLAK PB/BPBD Provinsi/ SATLAK PB/BPBD Kabupaten/Kota) dalam penanganan darurat bencana.

Mau jadi tim reaksi cepat? Tak segampang itu. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika kita ingin menjadi bagian dari TRC, yaitu sehat jasmani dan rohani, telah mengikuti workshop atau pelatihan TRC, berpengalaman di bidang kedaruratan bencana, bersedia ditugaskan ke lokasi bencana 3-7 hari, dan setiap saat siap sedia dengan peralatan perorangan dimana pun berada.

Sebelum terjun pastilah ada tahap persiapan yang harus dilakukan. Biasanya pusat memberi informasi bahwa ada bencana yang harus segera ditindaklanjuti. Pusat meminta kesediaan personil untuk berangkat dan anggota wajib menyampaikan kesediaannya kepada pusat dengan sarana komunikasi yang ada.

Saat TRC tiba di lapangan, mereka selalu mengawali dengan memperkenalkan diri kepada pemimpin setempat baru kemudian mempersiapkan tempat dan melakukan survei lapangan sampai menyampaikan apa saja yang seharusnya dilakukan dalam keadaan bencana. Yang menarik adalah kegiatan mereka saat turun ke lapangan, yatu :
1) Identifikasi terhadap cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan.
2) Identifikasi kebutuhan yang mendesak untuk pencarian dan penyelamatan korban bencana dan evakuasi korban bencana, pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, air
bersih/minum dan sanitasi, pelayanan kesehatan), penampungan sementara (tenda, tikar, genset, MCK, dapur umum), perlindungan terhadap kelompok rentan (balita, ibu
hamil, lansia, cacat), pemulihan darurat sarana dan prasarana, antara lain
pembersihan puing/lumpur/tanah longsor, jalan/jembatan/tanggul, fasilitas pelayanan kesehatan, transportasi, telekomunikasi dan energi.
Setelah itu TRC melakukan kewajiban yang lain yaitu membentu Satkorlak PB dan Satlak PB.

Kemudian, di setiap kegiatan diadakan evaluasi untuk mengetahui tingkat kesuksesan penanganan, jumlah pasokan bantuan cukup atau masih kurang, lokasi yang masih belum tertangani, dll. Setelah waktu yang ditentukan berakhir, maka berakhir pula masa tugas TRC. Mereka segera berbenah diri kemudian tak lupa pamit kepada Gubernur atau pemimpin setempat. Selain itu juga TRC wajib mengirimkan laoran yang berisi kinerja mereka selama 7 hari tersebut.

Lalu dimana tim medis berada? Tim Medis sebenarnya berbeda dengan TRC. Tim Medis merupakan SDM yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi dalam menjaga kesehata mereka selama di pengungsian. Ada form dan penjelasan lengkap di sumber tulisan ini. Silakan nanti bisa dicek langsung. Tapi pada dasarnya, walaupun Anda dari medis, tidak emnutup kemungkinan menjadi bagian dari TRC asal memenuhi syarat yang telah dijelaskan sebelumnya. So, kenapa tidak?

Sumber : http://www.bnpb.go.id/file/publikasi/59.pdf

Selasa, 23 November 2010

SIMLOG-PB , Sistem Informasi Manajemen Logistik Penanganan Bencana



Para relawan sudah mulai berguguran dan mulai digantikan dengan lapis kedua. Donasi sudah menutup sumbangan berupa barang dan mulai ke arah uang supaya distribusinya bisa sesuai kebutuhan pengungsi. Apakah makanan dan kebutuhan para pengungsi boleh berhenti sekarang? Tidak. Pengungsi masih membutuhkannya karena logistik bagi mereka adalah penyelamat, penyambung hidup mereka sampai nanti mereka bisa menghasilkan sumber pendapatan mereka lagi.

Sebenarnya masih banyak masalah yang ada di dalam sistem logistik. Banyak bantuan dari donatur yang tergeletak di pengungsian namun tidak bisa dinikmati oleh pengungsi. Entah apa lagi yang terjadi. Yang jelas, sistem tidak berjalan dengan baik di sini. Padahal negara kita sudah sering sekali mengalami bencana terutama bencana alam. Namun sampai sekarang belum ada sistem yang bisa digunakan untuk mengangani bencana khususnya di bidang logistik.

Secara umum, definisi logisitik adalah aktivitas yang berkaitan dengan pengadaan (procurement), penyimpanan (storage) dan penghantaran (delivery) barang sesuai dengan jenis, jumlah, waktu, dan tempat yang dikehendaki atau diperlukan konsumen dari titik asal (point of origin) ke titik tujuan (point of destination). Pemerintah sendiri sebenarnya sudah memiliki instansi yang mengurusi penanggulangan bencana yaitu Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi atau yang biasa disebut BAKORNAS PBP. Dimana BAKORNAS PBP juga dibantu oleh Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Satkorlak PBP) untuk wilayah propinsi dan Satlak PBP untuk wilayah yang lebih kecil.

Alur pendistribusian logistik sendiri dimulai dari Donatur yang kemudian ke BAKORNAS PBP sebagai pengelola dan dilanjutkan ke Satkorlak PBP sebagai pusat dan diserahkan ke Satlak PBP sebagai pengecer untuk langsung diberikan kepada para pengungsi. Selain itu juga berjalan feedback dari pengungsi berupa informasi kebutuhan mereka yang berjalan terbalik, yaitu dari pengungsi disampaikan ke Satlak PBP, kemudian dilanjutkan ke Satkorlak PBP, dilanjutkan lagi ke BAKORNAS PBP dan diterima oleh para donatur sehingga donatur bisa menyusun logistik yang akan disumbangkan sesuai dengan kebutuhan pengungsi.

Kita perlu sistem yang rapi dalam penyampaian informasi ini karena memang terdapat kekurangan selama ini yaitu pengumpulan data saja sudah menghabiskan dana yang sangat besar, manajemen logistik dalam penanganan bencana menuntut terkumpulnya data secara cepet, akurat dan terintegrasi, dll. Dalam hal ini memang sedang dikembangkan sistem informasi menggunakan digital karena sistem digital memiliki keunggulan dibandingkan cara manual di setiap prosesnya. Dalam hal ini diperkenalkanlah SIMLOG-PBP.

Pengembangan SIMLOG-PBP yang berasal dari Geography Information System (GIS) memiliki beberapa tahap :
1. Konseptual. Pada tahap inni dititikberatkan pada pemetaan dan identifikasi organisasi serta sistem informasi yang sudah ada.
2. Perancangan. Pada tahap ini dipersiapkan rencana implementasi, rancangan sistem, dan rancangan basis data yang akan dibangun.
3. Pengembangan. pada tahap ini dilakukan sistem akuisisi sistem, akuisisi basis data, pengorganisasian sistem, persiapan prosedur operasi, dan persiapan lokasi.
4. Tahap Operasional, tahap operasional meliputi instalasi sistem dan pembuatan pilot project. Objek uji coba adalah BAKORNAS PBP, Satkorlak PBP dan Satlak PBP.
5. Tahap Audit, pada setiap periode tertentu, keberadaan sistem sebaiknya ditinjau kembali untuk memonitor relevansinya. Jika hasil review menunjukkan adanya pergeseran sistem dari tujuan semula, maka diperlukan perbaikan dan atau perluasan sistem (system expansion).

Pada saat ini SIMLOG-PBP sudah sampai pada tahap konseptual pada tahun 2009. Sampai sekarang masih terus berjalan. Mari kita lihat apakah rencana ini akan sampai pada tahap akhir dan bisa diaplikasikan pada kejadian yang sesungguhnya.

Sumber : http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1034/990

Kamis, 18 November 2010

Mati Cerebral = Mati yang sebenarnya



Suatu hari ada jenazah yang diyakini telah meninggal dunia. Ia pun dikuburkan dengan adat yang ada. Saat akan dikuburkan di liang lahat, tiba-tiba ia terbangun dan keluar dari peti matin nya. Serentak orang di sekitarnya kaget dan berkata "mati suri!". Apakah orang ini benar mati dan hidup kembali?

Mati bisa dijelaskan menjadi mati klinis dan mati otak. Awalnya mati didefinisikan sebagai mati klinis yang ditandai dengan tidak adanya pernapasan dan denyut nadi. Namun sebenarnya keadaan mati seperti ini bersifat reversibel atau dapat kembali lagi dengan bantuan CPR (RJP). Saat ini, istilah mati secara medikolegal didefinisikan sebagai mati otak (mati cerebral). Kematian terjadi saat fungsi cerebral mati dan tidak dapat kembali lagi.

Tentu sangat sulit jika kita harus mengetahui apakah otak masih berfungsi atau tidak. Kita bisa mengetahuinya dengan memperhatikan beberapa tanda-tanda yang muncul, tidak harus melihat otak bekerja atau tidak secara langsung. Tanda atau kriteria tersebut adalah :
1. Dilatasi bilateral dan fiksasi pupil
2. Absen semua refleks
3. Berhentinya pernapasan tanpa bantuan
4. Berhentinya aktivitas jantung
5. Jejak gelombang datar
Dan untuk menetapkan bahwa pasien sudah meninggal adalah dokter, bukan ketua RW atau kepala desa.

Saat kita menemukan pasien meninggal saat berada di dekat kita mungkin tidak begitu menjadi masalah. Tetapi lain halnya jika kita menemui korban pembunuhan yang keadaannya sudah terbujur kaku dan kita tidak mengetahui kapan ia meninggal tepatnya. Maka kita bisa memakai pedoman Wilson dalam menilai berapa waktu yang lalu pasien/korban meninggal :
1. Tiap 1 jam = Suhu tubuh menurun 1,5' Farenheit
2. 30 menit = kulit nampak seperti malam, bibir kebiruan, kuku pucat
3. 3 jam = Kulit mulai pucat kelabu, putih memucat jika disentuh, badan masih hangat jika disentuh, belum ada rigor mortis
4. 4-6 jam = kulit dingin jika disentuh, rigor mortis awal di leher dan rahang
5. 6-8 jam = kepucatan permanen (tidak ada putih pucat saat disentuh), rigor mortis bertambah, kornea berawan
6. 12 jam = rigiditas penuh
7. 18-24 jam = badan dingin dan lembab basah bila disentuh, kulit merah kehijauan, rigor mortis berubah, leher dan rahang kendur
8. 30 jam = rigor mortis berubah, badan lembab
9. 3 hari = badan membengkak karena terbentuk gas, lepuh terbentuk di kulit, cairan keluar dari lubang-lubang yang ada di tubuh
10. 3 minggu = kulit, rambut dan kuku lepas, kulit mulai pecah

Selain itu kita juga bisa menilai berapa lama waktu perkiraan kematian dari aktivitas serangga/insecta yang ada di sekitar jenazah :
1. 10 menit = Lalat hijau datang dan menebar telur di mata, hidung dan mulut
2. 12 jam = telur menetas, belatung makan jaringan
3. 24-36 jam = kumbang datang dan makan kulit kering
4. 48 jam = laba-laba dan tungau datang memakan serangga yang ada di tubuh korban

Nah, kalau sudah begini apakah Anda sudah siap menjadi detektif?

Sumber : http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/35403231239.pdf

Rabu, 17 November 2010

Gigi korban mirip gigi saya. Jadi?



Setiap bencana seringkali menghasilkan korban-korban. Ada yang hidup, luka-luka, atau juga bisa meninggal. Setiap korban perlu ditolong. Korban hidup dan luka-luka perlu segera distabilkan dan dibawa ke rumah sakit. Lalu bagaimana korban yang meninggal? Apakah langsung dibawa ke kuburan?

Korban meninggal seringkali terjadi karena bencana, bisa karena bencana natural atau bencana yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Bencana natural contohnya adalah tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor. dll. Bencana yang disebabkan oleh manusia seperti kecelakaan darat, laut, udara, dan kebakaran hutan. Korban meninggal karena bencana tersebut wajib diidentifikasi khususnya korban meninggal.

Identifikasi korban bencana haurs dilakukan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan serta mengacu pada standar interpol. Prosesnya sendiri memiliki 5 fase, yaitu ‘The Scene’, ‘The Mortuary’, ‘Ante Mortem Information Retrieval’, ‘Reconciliation’ and ‘Debriefing’. Banyak metode yang digunakan dalam fase ini. Namun demikian Interpol menentukan Primary Indentifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental Records dan DNA serta Secondary Indentifiers yang terdiri dari Medical, Property dan Photography. Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan
membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka
akan semakin baik.

Metode identifikasi korban ini bisa dalam bentuk sederhana ataupun ilmiah. Cara sederhana bisa kita lihat dari :
a. Visualnya. Ini adalah cara termudah jika korban dalam keadaan utuh. Akan sulit jika korban dalam keadaan luka bakar, tulang remuk, dsb.
b. Kepemilikannya. Bisa dilihat dari pakaian, perhiasan, surat-surat, dll yang masih melekat pada tubuh korban.
c. Dokumentasi. Foto apa pun yang ada di tubuhnya. Foto SIM, KTP, dll yang bisa digunakan untuk cek identitas korban.

Sedangkan metode ilmiah bisa dibagi menjadi :
a. Sidik jari
b. Serologi
c. Antropologi
d. Odontologi
e. Biologi
f. DNA profiling yang merupakan metode paling mutakhir. Walaupun untuk menggunakannya harus memiliki dana yang besar dan peralatan yang canggih.

Gigi merupakan suatu cara identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekam dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih tersimpan dengan baik.
Pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat sudah dalam keadaan membusuk atau rusak, seperti halnya kebakaran.

Adapun dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui gigi, kita dapatkan 2 kemungkinan:
1) Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi atau menyempitkan identifikasi. Informasi ini dapat diperoleh antara lain mengenai:
a. umur
b. jenis kelamin
c. ras
d. golongan darah
e. bentuk wajah
f. DNA
2) Memperoleh ciri-ciri yang khas dari korban. Ciri-ciri yang dimaksud bisa seperti lubang di gigi depan, gigi yang patah atau ompong, dll.
3) Menggunakan superimposed technique yaitu mencocokkan tengkorak korban dengan foto kepala di masa hidupnya.

Adapun identifikasi khusus pada korban bencana masal yaitu :
a. Primer/utama
1) gigi geligi
2) sidik jari
3) DNA
b. Sekunder/pendukung
1) visual
2) properti
3) medik

Setelah korban teridentifikasi sedapat mungkin dilakukan perawatan jenazah yang meliputi antara lain:
a. Perbaikan atau rekonstruksi tubuh jenazah
b. Pengawetan jenazah (bila memungkinkan)
c. Perawatan sesuai agama korban
d. Memasukkan dalam peti jenazah

Sumber : http://repository.usu.ac.id

Senin, 15 November 2010

Identifikasi jenazah dengan sehelai rambut



Sering sekali terjadi kasus-kasus kematian manusia di dunia ini termasuk di Indonesia. Seperti yang terjadi sekarang ini yaitu kematian akibat letusan Merapi. Cukup banyak yang jadi korban. Bahkan sampai sekarang masih dicari jenazah ayng diperkirakan terjebak di lokasi kejadian. Saat jenazah ditemukan dalam keadaan utuh mungkin kita bisa langsung mengetahui identitas jenazah lewat foto atau informasi dari warga yang mengenal korban. Tetapi bagaimana kita bisa mengenali jika jenazah sudah hancur wajahnya atau bahkan sudah terpotong-potong anggota tubuhnya karena hantaman batu-batu atau benda besar dan keras akibat bencana?

Banyak metode yang dapat dilakukan kedokteran forensik untuk mengidentifikasi jenazah. Bisa dengan fotografi, sidik jari ataupun sehelai rambut. Jangan dikira sehelai rambut hanya bisa memberikan informasi jenis kelamin jenazah saja. Rambut bisa mengetahui dengan detail informasi jenazah sampai ke penyebab kematian si korban.

Mungkin Anda bercita-cita menjadi detektif atau dokter forensik? Mari kita identifikasi jenazah ini untuk mendapatkan informasi yang kita cari dari sehelai rambut di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Namun ada yang harus kita pastikan sebelum mengorek informasi dari rambut ini.
1. Struktur rambut. Kita lihat apakah ini benar-benar rambut atau hanya serat kain saja.
2. Jika benar rambut, cek rambut manusia atau binatang.
3. Jika benar rambut manusia, cek apakah ada hubungannya dengan kejadian. Kalau tidak ada hubungannya, buat apa kita periksa.

Ciri rambut manusia yang membedakan dari rambut binatang :
1. jika diraba halus dan tipis
2. kutila sisiknya kecil, rata serat dan sekitar batang rambut padat
3. medula sempit, kadang tidak ada, terputus-putus, atau kontinu
4. kortex tebal, 4-10 lebar medula
5. pigmen lebih banyak di pinggir kortex
6. tes perciptin khas manusia

Data-data penting yang bisa didapat dari sehelai rambut :
1. Suku bangsa. bisa kita lihat dari warna, panjang, bentuk dan susunan rambut
2. Umur. mulai dari rambut lanugo yang khas sampai rambut ketiak kita bisa memperkirakan usia jenazah
3. Jenis kelamin. bisa kita tentukan dengan mempelajari sel-sel kromatin rambut dan sel rambut kepala. Selain itu jambang dan kumis bisa memastikan bahwa jenazah berjenis kelamin pria.
4. Lokasi rambut. Berdasarkan ciri-ciri rambut bisa kita tentukan lokasi rambut di tubuh. Hal ini penting dalam mengarahkan penyebab terjadinya kasus.

Pada kasus kriminal, kita bisa melihat jika rambut yang ditemukan adalah rambut binatang, mungkin yang terjadi adalah serangan binatang atau jug kasus bestiality. Pada kasus pemerkosaan bisa kita temukan rambut pelaku ataupun rambut korban. Begitu juga dengan kasus pembunuhan. Luka pada kepala misalnya, dapat merusak struktur rambut yang ada. Pada kasus keracunan, dapat ditemukan zat kimia di rambut juga.

Rambut itu berhenti tumbuh sejak kematian. Angka pertumbuhannya saat masih hidup adalah 0,4 mm/hari. Dengan begitu dapat kita perkirakan waktu kejadian jika diketahui waktu cukur terakhir. Rambut lepas 48-72 jam setelah kematian. Perubahan warna rambut bisa terjadi 1-3 bulan setelah jenazah dikubur pada liang yang dangkal.

Dengan begini kita tidak bisa mengabaikan sehelai rambut saat kejadian perkara. Hanya dengan bukti yang hampir tak kasat mata ini sebenarnya kita bisa terbantu dengan informasi yang muncul jika kita mencermatinya. Apakah Anda ingin mencoba?

Sumber : http://repository.usu.ac.id

Menangani Bencana bukan hanya dengan Teori yang Baik




Wow.. sudah vakum selama lebih kurang 10 hari. Mohon maaf karena sempat meninggalkan blog ini karena ikut andil membantu pengungsi Merapi bersama TBMM Panacea. Mari kita lanjutkan dengan semangat membara!!!

Disini kita tidak usah membahas definisi Bencana karena definisi bencana sangatlah beragam. Ada yang memandang bencana dari sisi konvensional, ilmu pengetahuan alam, ilmu terapan, progresif, ilmu sosial, dan holistik. Sedangkan definisi manajemen bencana itu sendiri adalah Segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada sebelum, pada saat dan setelah bencana.

Apa saja sih yang dilakukan saat penanganan bencana?
Kegiatan manajemen bencana dimulai dari Pencegahan (Prevention). Dalam Pencegahan ini kita melakukan semua tindakan yang dimaksudkan untuk pencegahan bencana. Contohnya, kita melarang pembakaran hutan di sekitar ladang, atau melarang pencarian batu karang di daerah yang curam.

Selanjutnya adalah Mitigasi. Mitigasi adalah upaya yang kita lakukan untuk mengurangi dampak yang bisa ditimbulkan bencana. Mitigasi terbagi 2, struktural dan nonstruktural. Mitigasi struktural contohnya membuat cekdham, tanggul, ataupun bendungan. Mitigasi Nonstruktural contohnya seperti tata tertib, aturan, ataupun pelatihan.

Kesiapan (prepadness) adalah langkah ketiga. Kesiapan adalah upaya untuk mengantisipasi bencana dengan langkah-langkah keorganisasian, seperti menyiapkan sarana komunikasi, pos komando, dan tempat pengungsian. Keempat adalah Peringatan (early warning). Peringatan adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana mungkin akan terjadi. Peringatan ini HARUS menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak mebingungkan, dan bersifat resmi.

Selanjutnya adalah Tangaap Bencana (response) yang berarti upaya yang dilakukan segera saat bencana untuk menyelamatkan korban, evakuasi, dan pengungsian. Baru kemudian kita lakukan Bantuan Darurat (relief) yaitu upaya untuk memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal sementara, sanitasi dan air bersih.

Pemulihan (recovery) berarti proses pemulihan kembali sarana prasarana seperti sebelum terjadi bencana. Upaya yang dilakukan seperti perbaikan jalan, listrik, pasar, maupun puskesmas yang rusak. Kemudian kita lakukan Rehabilitasi yaitu upaya yang diambil setelah bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan sosial, serta kondisi perekonomiannya. Terakhir kita lakukan Rekonstruksi yaitu perbaikan jangka menegah dan jangka panjang untuk membantu korban untuk mengembalikan perekonomiannya agar sama atau lebih baik dari sebelum bencana.

Lalu apakah kita sudah menjalankan prinsip-prinsip ini?
Tidak usah melihat jauh ke belakang, mari kita evaluasi apa yang sudah kita lakukan aat Merapi meletus sekarang. Memang untuk bencana gunung Merapi ini tidak bisa kita cegah karena merupakan bencana alam. Berbeda dengan bencana kecelakaan pesawat beberapa tahun lalu yang bisa kita cegah dengan tidak menggunakan pesawat yang sudah bau tanah.

Mitigasi sebenarnya sudah dilakukan seperti adanya peraturan dalam zona tidak aman. Namun memang banyak masyarakat yang tidak mengindahkannya. Kesiapan sudah terlihat dengan komunikasi yang terus berjalan terutama menggunakan HT, posko pun sudah ada di beberapa tempat saat letusan 26 Oktober 2010 terjadi. Dan tempat pengungsian sudah bisa segera dibentuk saat letusan pertama terjadi.

Peringatan sendiri sudah dilakukan dalam setiap tahap Merapi. Mulai dari Siaga, Waspada sampai status Awas Merapi. Dalam hal ini memang ada saja warga yang tidak mematuhi peringatan yang diberikan agar segera mengungsi. Tanggap darurat yang terjadi sangat cepat dilakukan. Begitu status Merapi stabil, ambulan-ambulan dari Tim Reaksi Cepat, Rescue, dan SAR langsung naik ke daerah terkena awan panas. Pukul 18.00 setelah letusan pukul 16.** evakuasi sudah dilakukan. Jenasah dan korban luka pun segera dibawa ke tempat yang lebih aman dan rumah sakit rujukan.

Bantuan darurat yang diberikan sangat melimpah. Terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang peduli sesama. Karena kalian, pengungsi tidak terlalu menderita. Namu yang perlu disayangkan adalah jenis bantuan yang tidak merata. bukan hanya dari tidak merata lokasinya, melainkan juga tidak merata jenis bantuan. Ada beberapa posko yang tidak terkontrol sanitasinya. Lalat-lalat pembawa penyakit terbang dimana-mana. Disini justru Lem Lalat sangat dibutuhkan oleh mereka para pengungsi.

Pemulihan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi sekarang belum sampai pada tahap itu. Karena memang Merapi sampai saat ini masih menunjukkan keaktifannya sehingga zona bahaya masih diisolasi dan belum bisa dijamah kembali. Hal ini masih dipikirkan dan dirapatkan oleh para ahli. Semoga saja pikiran cerdas yang nanti disusun bukan hanya teori semata. Kita butuh AKSI bukan hanya HIMBAUAN semata. Percuma teori di mulut bagus tapi diminta turun ke lapangan saja menunda-nunda. Orang seperti itu harusnya malu pada relawan.. Karena derajat mereka yang tinggi sebenarnya lebih rendah dari pengecut sekalipun.

Kejadian-kejadian saat ini memang harus dievaluasi untuk hari esok yang lebih baik. Namun masyarakat butuh aksi kita semua, bukan omong kosong semata..

Sumber : http://atdr.tdmrc.org

Jumat, 05 November 2010

ODHA juga Manusia




Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang biasa kita sebut AIDS adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Berbeda dengan Human Immunodeficiency Virus atau yang kita sebut HIV. HIV adalah virusnya yang menginfeksi penderita. Penderitanya biasa kita sebut dengan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Kasus AIDS sangat banyak dijumpai di berbagai negara termasuk Indonesia. Data tahun 1996 menyebutkan bahwa sudah ada 8.600.000 penderita AIDS di dunia. Namun penderita AIDS di Indonesia tidak ada data yang pasti. Munculnya fenomena "Gunung Es" yaitu masih adanya penderita yang belum diketahui dibalik penderita yang sudah diketahui sangat memprihatinkan. WHO memperkirakan 200 orang penderita masih ada di setiap 1 orang penderita yang telah diketahui.

AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitas 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus HIV.

Pandemi global AIDS telah sampai di Indonesia. Kasus AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987 seorang wisatawan Belanda yang meninggal di Bali pada 1988. Enam tahun kemudian virus HIV telah terdeteksi di sembilan propinsi di Indonesia. Menurut data Ditjen PPM dan PLP Departemen Kesehatan hingga bulan Mei 1998 telah tercatat 685 kasus HIV/ AIDS, diantaranya 184 penderita AIDS dan 501 penderita HIV yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia. Hal ini berarti terjadi peningkatan sebanyak 100 kali sejak tahun 1987 yang pada waktu itu baru tercatat 6 kasus

Cara penularan AIDS itu sendiri sebenarnya sangatlah tidak mudah seperti yang Anda bayangkan. Pertama, harus transmisi seksual. Maksudnya disini adalah Anda harus ternkena cairan semen sperma atau cairan vagina baru bisa terinfeksi. Jadi resiko terinfeksi virus HIV sangat besar pada homoseksual ataupun heteroseksual karena aktivitas seksualnya yang tidak normal. Kalau Anda suami/istri yang setia pada pasangan, tidak perlu khawatir yang berlebihan.

Selain itu HIV bisa menular lewat Darah. Ini bisa lewat jarum suntik yang dipakai bersamaan dengan orang lain atau juga dari tranfusi darah. Yang terakhir adalah transplasental. Jadi ibu bisa saja menularkan HIV yang ia derita kepada anak yang akan dilahirkannya. Selain yang disebut di atas, sudah Tidak Ada lagi yang bisa menularkan HIV ke diri Anda. Lalu kenapa Anda masih takut dengan ODHA?

Pada dasarnya orang yang menderita AIDS sudah cukup terbebani dengan penyakit yang akan merenggut nyawanya dalam waktu 10 tahun ke depan. Apakah Anda tega menambah beban pikiran mereka lagi dengan menjauhi mereka yang pada kenyataannya mereka tidak semudah itu menularkannya kepada Anda? Ibaratnya ketidaktahuan Anda itu telah menambah penderitaan orang yang sudah sangat menderita.

Sumber : library.usu.ac.id

Rabu, 03 November 2010

Periksa Laboratorium SARS harus ke USA



Severe Acute Respiratory Syndrome atau yang biasa kita sebut SARS adalah penyakit infeksi pernapasan akut yang berat yang belum diketahui etiologi dan pengobatannya oleh WHO. Oleh karena itu dinamakanlah ia SARS. Kejadian SARS di berbagai negara terjadi pada tanggal 9 April 2003 karena WHO melaporkan negara-negara yang telah terjangkit SARS seperti Australia, Belgia, Brazil, China, Hongkong, Taiwan, Perancis, Jerman, Italia, Irlandia, Rumania, Spanyol, Switzerland, United Kingdom, Amerika Serikat, Thailand, Singapore, Malaysia, Vietnam dan lan-lain.

Berdasarkan kriteria WHO, ada 2 jenis SARS. Pertama adalah "Suspect" dengan ciri-ciri demam tinggi (>38 derajat Celcius), satu atau lebih gangguan napas, dan dalam sepuluh hari terakhir terjadi kontak dengan orang yang terdiagnosis SARS atatu dalam sepuluh hari terakhir berasal dari daerah yang terjangkit atau merupakan penduduk dari daerah terjangkit SARS. Selain itu "Suspect" bisa diartikan dari orang yang meninggal setelah tanggal 1 November 2002 karena gangguan pernapasan akut tanpa diotopsi mayatnya untuk memastikan penyebabnya. Orang tersebut harus juga dalam 10 hari kontak dengan orang terdiagnosis SARS, berasal dari daerah terjangkit, atau juga bertempat tinggal di daerah terjangkit.

Kedua adalah "Probable" dengan ciri-ciri seperti "suspect" dengan ditambah foto thoraks yang menggambarkan pneumonia atau respiratory distress syndrome atau mayat yang sudah diautopsi dengan gambaran respiratory distress syndrome tanpa diketahui penyebabnya.

Lalu sebenarnya apa penyebab dari SARS ini? Penyebabnya hampir sama dengan virus influenza, yaitu Coronavirus atau Parimoxyviridae virus sebagai temuan awal. Ini masih harus diteliti lagi oleh para ahli. Masa inkubasi sementara 3-10 hari. Penularannya juga hanya dengan kontak langsung ke penderita saja melalui batuk, bersin atau bicara (droplet). Dan orang bisa dikatakan aman dari SARS jika ia telah melewati 14 hari setelah SARS yang ia derita sebelumnya telah dinyatakan sembuh.

USA sendiri sekarang sudah meneliti langsung di laboratorium jika ada warganya yang terjangkit. Indonesia sebenarnya juga sudah menerapkan surveilas juga untuk SARS. Pemerintah segera memeriksakan sampel dari pasien untuk diteliti di laboratorium. Hanya saja kita belu memiliki laboraorium tersebut dan baru USA yang memilikinya. Alhasil, kita harus mengirim spesimen ke USA untuk kemudian dikirim kembali ke Indonesia. Sungguh akan memakan banyak waktu tentunya untuk sekedar cek laboratorium. Belum lagi kalau ada kerusakan spesimen selama perjalanan. Apakah ada solusi yang lebih baik lagi?


Sumber : http://www.litbang.depkes.go.id/download/sars/lama/11April/pedomanSE.pdf

Selasa, 02 November 2010

Virus paling mematikan H5N1 (Flu Burung)



Yah.. Setelah tidak produktif karena sakit faringitis selama 2 hari ini, mari kita lanjutkan pembahasan dan diskusi kita ;)

Apakah anda memiliki hewan unggas di rumah? Atau justru beternak unggas? Jika Anda meilihat unggas-unggas Anda mati mendadak, segera kubur unggas Anda. Curigalah mereka telah terinfeksi virus H5N1 atau yang biasa kita sebut dengan Flu Burung. Kira-Kira seperti inilah publikasi dari pemerintah yang telah banyak beredar di media-media seperti televisi untuk kita semua.

Berawal dari sebuah virus influenza A yang merupakan virus influenza paling sering bermutasi menjadi virus-virus yang mematikan. Pada tahun 1918, dunia dikejutkan oleh virus influenza yang menjadi pandemi dan telah membunuh lebih dari 40.000 orang, dimana subtipe tersebut adalah H1N1 atau disebut "Spanish Flu" saat itu. Berlanjut pada tahun 1957, virus influenza yang telah bermutasi menjadi H2N2 (Asian Flu)membunuh sampai 100.000 orang.

Pada tahun 1968, virus influenza kembali menjadi pandemi karena telah membunuh lebih dari 700.000 orang dengan mutasi H3N2 tatu lebih dikenal dengan "Hongkong Flu". Dan saat ini dunia dikejutkan kembali dengan merebaknya virus H5N1 yang telah membunuh 6 orang warga Hongkong dari 18 orang yang terjangkit pada tahun 1997. Berdasarkan data WHO dari tahun 2003-2010, total kasus H5N1 di Indonesia ada 170 dengan kematiannya 141.

Bagaimana kita bisa tertular?
Penularan virus influenza pada umumnya bisa terjadi secara inhalasi, kontak langsung dan kontak tidak langsung. Virus H5N1 sendiri menular lebih karena kontak langsung unggas dan manusia. Bedasarkan penelitian 18 orang di Hongkong pada tahun 1997 itu pun penularan terjadi karena kontak langsung dari unggas ke manusia. Tidak ada resiko dari mengonsumsi daging unggas yang telah dimasak.

Jarang ditemukan penularan virus H5N1 dari manusia ke manusia. Namun ada kasus menarik dari Thailand, dimana ada seorang anak berumur 11 tahun yang tinggal bersama bibinya, terjangkit flu yang diduga virus H5N1. Kemudian sang ibu datang untuk menemaninya. Si anak meninggal pada tanggal 8 September 2004. Seminggu kemudian sang ibu masuk rumah sakit dan meninggal pada tanggal 20 September 2004. Pada tanggal 23 September 2004 giliran sang bibi yang datang ke rumah sakit, namu ia sempat diberi oseltamivir (tamiflu) dan bisa dipulangkan pada tanggal 7 Oktober 2004. Data laboratorium menjelaskan bahwa sang bibi dan sang ibu terjangkit virus H5N1 dari sang anak selama merawat sang anak.

Berdasarkan penelitian tahun 2005, masa inkubasi virus H5N1 bisa berkisar 4-8 hari. Gejala awalnya berupa demam tinggi (di atas 38 derajat Celcius), gejala flu dan kelainan saluran napas. Gejala lain bisa berupa diare, muntah, nyeri perut, nyeri dada, hipotensi dan bisa juga perdarahan gigi dan gusi. Untuk gejala sesak napas akan muncul 1 minggu setelahnya.

Untuk uji konfirmasi tehada virus H5N1 ini perlu dilakukan pemeriksaan dengan mengisolasi virus, deteksi genom H5N1 dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan sepasang primer spesifik, tes imunofluorosensi terhadap antigen menggunakan antibodi monoklonal terhadap H5, peningkatan titer antibodi terhadap H5N1, dan pemeriksaan metode Wester Bloothing terhadap H5- spesifik.

Obat-obatan yang bisa kita gunakan adalah Amantadine dan Rimantadine. Obat ini berfungsi menghambat replikasi virus. Namun untuk saai ini obat-obat ini tida terlalu efektif untuk keadaan H5N1 yang telah meluas. Untuk itu, kita bisa menggunakan obat-obat seperti Zanamivir dan Oseltamivir, dimana obat-obat tersebut berfungsi sebagai inhibitor neurominidase. Neurominidase ini digunakan H5N1 untuk lepas dari hospes pada fase budding, sehingga jika neurominidase ini dihambat, maka replikasi virus bisa dicegah.

Sampai saat ini belum ada vaksin yang bisa mencegah penularan virus H5N1. WHO merekomendasikan bagi orang-orang yang berisiko kontak dengan unggas untuk diberi terapi profilaksis 75mg oseltamivir sekali sehari selama 7-10 hari. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebersihan diri, menggunakan penutup mulut dan sarung tangan bila berada di daerah yang telah terjangkiti virus H5N1 dan amati kesehatan kita jika melakukan kontak dengan unggas. Segera cari perhatian medis jika muncul demam, infeksi pada mata, atau gangguan pernapasan.

Sumber : Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.2, Agustus 2006, 55 - 65
http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/country/cases_table_2010_10_18/en/index.html